Senin, 13 Desember 2010

Survey Gelatik Jawa (Padda oryzivora) Luweng Jotak, Pijenan, Kepundung, Girikarto, Panggang, Gunung Kidul, DIY

A. Pendahuluan
Yogyakarta sebagai salah satu kawasan yang kaya akan keanekaragaman jenis burungnya, didukung dengan struktur geografis yang beragam. Keberagaman topografi tanah, keberadaan hutan hujan, kawasan pesisir dan lahan karst membentuk suatu ekosistem yang unik dan beragam, khususnya pada burung. Tercatat lebih dari 250 jenis burung dapat ditemukan di Yogyakarta, mulai dari jenis shorebird, raptor hingga jenis landbird. Kategorinya juga bermacam-macam, mulai dari yang berstatus Endangered (Elang Jawa/Javan Hawk Eagle), Vulnerable (Gelatik Jawa/Javan Sparrow) dan Near Treathened (Cerek Jawa/Javan Plover). Daya dukung habitat ini menjadikan persebaran jenis burung di Yogyakarta tidak hanya terkonsentrasi di satu tipe habitat saja, melainkan hampir merata di semua kawasan.
Gelatik Jawa (Padda oryzivora) merupakan salah satu burung endemik Pulau Jawa dan Bali. Sebagai salah satu burung yang memiliki persebaran terbatas, karakteristik habitat yang diperlukan juga spesifik, sehingga burung ini dikategorikan vulnerable oleh IUCN 2004.

Gambar 1. Burung Gelatik Jawa

Meskipun dinyatakan sebagai burung endemik, namun burung ini telah menjadi salah satu ikon bagi beberapa negara di dunia seperti Tanzania dan China. Hal ini dimungkinkan karena terjadi perdagangan dan pengiriman burung ini ke negara-negara tersebut pada masa penjajahan. Burung yang diintroduksi ini berhasil berkembang dan menjadi salah satu ikon bagi negara tersebut.

Gambar 2. Persebaran Gelatik Jawa
Penelitian mengenai burung ini telah dimulai sejak lama. Sebelum tahun 1950, burung ini hanya ditemukan di daerah Jawa Barat dan sedikit catatan di Jawa Tengah dan Jawa Timur serta Bali. Penelitian berikutnya (1950 – 2000), beberapa lokasi baru telah diidentifikasi sebagai habitat Gelatik Jawa seperti Prambanan, Hotel Purosani, Kepurun, Jotak dan Magelang. Sedangkan khusus di kawasan Gunung Kidul, beberapa tempat telah teridentifikasi sebagai habitat, yaitu di Panggang (Luweng Jotak dan sekitarnya), Paliyan dan Baron.
Meskipun telah dilakukan survey secara intensif sejak 2005 oleh Yayasan Kutilang Indonesia, namun pemerintah dalam hal ini Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Propinsi Yogyakarta juga harus ikut serta dalam upaya pelestariannya. Selain sebagai pihak yang paling berwenang, BKSDA juga menjadi lembaga yang berperan untuk menyadarkan arti penting konservasi kepada masyarakat sekitar.

B. Populasi Gelatik Jawa di Luweng Jotak

Gelatik Jawa telah diketahui keberadaannya di Luweng Jotak sejak tahun 2001. Namun penelitian yang intensif baru dilakukan sejak tahun 2005 oleh Yayasan Kutilang Indonesia. Mereka menggunakan celah-celah luweng sebagai tempat istirahat dan bersarang. Selain itu, Gelatik Jawa di Jotak juga menggunakan area seperti hutan jati dan perkebunan sebagai tempat beristirahat dan mencari makan.
Populasi Gelatik Jawa di daerah ini mengalami fluktuasi. Namun fluktuasi yang terjadi tidak terlalu signifikan. Hal ini dimungkinkan karena proses reproduksi dan ancaman terhadap burung ini berjalan seimbang. Pada penelitian ini, populasi di Jotak juga tidak sama setiap harinya.




Tabel 1. Populasi Gelatik Jawa Maret 2010
No Hari/Tanggal Jam Pengamatan Populasi Keterangan
1 Senin/15 Maret 2010 15.30 - 18.00 WIB 11 Cuaca berawan
2 Selasa/16 Maret 2010 06.00 - 09.00 WIB 31 Cuaca cerah dan sangat panas, burung lebih banyak beraktivitas pada jam 07.00 - 08.00 seperti Prinning, bercumbu dan bermain di semak utara Luweng.
3 Selasa/16 Maret 2010 15.00 - 18.00 WIB 18 Aktivitas burung di semak utara luweng sangat jarang dan lebih banyak yang keluar area luweng (barat dan timur), cuaca cerah berawan. 18 ekor tercatat masih berada di luar luweng pada petang hari.
4 Rabu/17 Maret 2010 06.00 - 10.00 WIB 17 Cuaca cerah, malam harinya hujan deras disertai angin dan petir, burung lebih banyak beraktivitas di sekitar Luweng, namun setelah jam 09.00, burung pergi ke luar area

Dari tabel di atas, populasi Gelatik Jawa cenderung lebih banyak pada Selasa pagi dengan jumlah populasi sekitar 31 ekor. Namun hanya sekitar 6 - 10 pasang yang menggunakan luweng sebagai sarang. Pada Senin sore, tercatat 5 – 6 pasang Gelatik Jawa masuk ke dalam luweng pada petang hari. Sedangkan pada Selasa pagi dan siang, burung yang masuk ke dalam luweng lebih banyak, yaitu sekitar 31 ekor. Pada petang harinya, tercatat 18 ekor atau 9 pasang burung masih di luar luweng. Populasi burung ini kembali hanya tercatat 17 ekor pada Rabu pagi. Namun burung teramati sudah banyak beraktivitas di semak sebelah utara luweng.

Gambar 3. Populasi Gelatik Jawa di Luweng Jotak

Pola populasi yang demikian menunjukkan bahwa hanya 6 – 10 pasang burung Gelatik Jawa yang sedang bersarang, sedangkan 9 pasang lainnya masih dalam proses mencari atau membuat sarang. Hal ini diperkuat dengan data yang menunjukkan bahwa Gelatik Jawa yang masuk ke dalam luweng pada Senin sore hanya sekitar 5 – 6 pasang. Namun pada Selasa siang, sekitar 31 ekor tercatat masuk ke dalam luweng. Hal ini dimungkinkan bahwa burung baru yang masuk ke dalam luweng merupakan burung yang sedang mencari tempat bersarang dan belum membangun sarang di dalam luweng, sebab pada sore harinya masih 9 pasang yang tercatat berada di luar luweng.
Dinamika seperti ini menandakan burung dipastikan memiliki area lain sebagai tempat beristirahat. Hutan jati, sengon, mahoni dan pohon lain yang tinggi kemungkinan menjadi salah satu tempat istirahat bagi burung ini. Sedangkan luweng dijadikan tempat beristirahat bagi sebagian burung, namun menjadi tempat bersarang bagi populasi Gelatik Jawa di Jotak dan sekitarnya.